Selasa, 07 November 2017

MANDAILING BUKAN BATAK?

Beberapa minggu lalu sekelompok masyarakat dari Mandailing melakukan musyawarah besar untuk mengambil kesepakatan bahwasnnya Mandailing Bukanlah bagian dari Suku Batak. Pendapat mereka tentu bukan tanpa dasar. Beberapa Ahli sejarah dan para ilmuwan juga turut mendukung apa yang mereka yakini. Namun tidak sedikit yang juga menyangkal akan pendapat-pendapat yang dianggap menyesatkan suku Batak. Berikut ini hasil penelitian sejarawan dan bantahan yang diberikan oleh seorang tokoh batak bernama Saut Situmorang.

1. Antropolog Usman Pelly mengungkapkan, tidak ada satu pun kata Batak yang bisa ditemukan dalam khasanah atau pun manuskrip kuno baik, dari khasanah Toba, Angkola, Karo, Pakpak, Simalungun apalagi Mandailing.  "Misalnya dalam stempel Raja Sisingamangaraja XII hanya tertulis Ahu Si Raja Toba, tidak ada si Raja Batak. Batak tidak ada dalam khasanah pustaka baik Toba, Angkola, apalagi Mandailing," kata Usman Pelly.

Sanggahan Saut Sitmorang

Kalau memang benar tidak ada satupun kata “batak” terdapat dalam “khasanah atau pun manuskrip kuno” Batak (kita tentu saja harus percaya bahwa Usman Pelly memang sudah membaca SEMUA manuskrip kuno Batak), apa lantas Identitas Batak itu TIDAK ada?! Dari semua sub-suku Batak, apa unsur budaya paling penting yang dimiliki bersama? Marga adalah unsur paling penting dalam Peradaban Batak sebagai sistem kekerabatan yang unik khas Batak dan TIDAK dimiliki oleh suku-suku lain termasuk yang ada di sekitar Batak seperti Melayu, Aceh dan Minangkabau. Kenapa Marga tidak dibicarakan dalam diskusi para “ahli” ini?! Apakah sistem kekerabatan TIDAK penting untuk jadi bahan pembicaraan bagi para sarjana ini?! 


Kedua, kalau Stempel Sisingamangaraja XII dianggap Penting dan Sah sebagai bahan pembuktian ada tidaknya Batak, kenapa Marga tidak?! Kemudian, kenapa juga Silsilah Marga (tarombo) TIDAK dijadikan bahan pembicaraan di mana dalam Silsilah tersebut dengan jelas disebutkan nama seorang leluhur awal semua Batak yaitu Si Raja Batak?! Kata “Batak” dipakai ya dalam nama Leluhur Pertama ini! 


2. Sejarawan Ichwan Azhari mengungkapkan, berdasarkan banyak literatur, Batak digunakan para peneliti asing untuk menunjukkan lokasi geografis masyarakat. Batak digunakan untuk mendeskripsikan masyarakat yang mendiami wilayah hinterland atau dataran tinggi. Sedangkan masyarakat pesisir diidentikan dengan Melayu. Istilah Batak awalnya digunakan peneliti asing untuk menyebut masyarakat tak beradab, atau istilah yang tidak diinginkan, lalu bergeser menjadi istilah untuk menggambarkan masyarakat di pegunungan, kemudian berproses menjadi identitas dan kebanggaan. 

Sanggahan Saut Sitmorang
"Sejak abad ke-2 M, lewat tulisan Ptolemaeus, dan selama satu milenium, Sumatra bagian utara dianggap sebagai daerah berbahaya karena diduga dihuni oleh sejumlah masyarakat kanibal. Yang diketahui juga adalah bahwa wilayah itu kaya dengan kamper, khususnya yang diekspor sejak abad ke-5 atau ke-6 M, melalui sebuah tempat yang bernama Barus. Pada awal abad ke 13 M, Zhao Rugua mencatat sebuah negeri bernama Pa-t’a, di bawah kuasa Sriwijaya. Kaitan antara Pa-t’a dan Bata sudah diterima umum. Selain itu, Sejarah resmi dinasti Yuan (Yuanshi) mencatat kedatangan utusan dari Ma-da di istana maharaja Tiongkok pada tahun 1285. Sebenarnya suku kata ma diucapkan ba dalam dialek yang digunakan di bagian selatan Fujian, sehingga nama tempat ini mungkin dapat dikaitkan dengan Bata. Tetapi kedua sumber Tionghoa ini tidak mengaitkan nama negeri Bata dengan sebuah masyarakat kanibal.
Gambaran tentang populasi semakin jelas dengan persinggahan Marco Polo di bagian utara Sumatra tahun 1291. Ia adalah orang pertama yang mencatat kehadiran Islam dan juga pertentangan antara kaum minoritas Islam yang bermukim di kota-kota pesisir dan masyarakat mayoritas penganut paganisme, yang biadab dan sebagian kanibal, yang tinggal di pegunungan dan belum dikenal dunia luar.

Pada abad berikutnya, terdapat semakin banyak catatan dari orang Barat atau Tionghoa. Data mengenai penduduk masih tetap sama, dengan tambahan informasi di sejumlah sumber mengenai adanya orang-orang bertato.

Nicolo de’ Conti tinggal selama setahun di kota Sciamuthera (Samudra) tahun 1430 dan menjadi orang pertama yang menyebut nama tempat “Batech” yang dikaitkan dengan sebuah populasi yang bersifat kanibal dan gemar berperang. Nama tempat ini ditemukan kembali pada awal abad ke-16 melalui Tomé Pires yang menyebut “seorang raja dari Bata” dalam laporannya Suma Oriental (1512-1515) yang terkenal.

Nama suku “Bata” muncul berkat Fernão Mendes Pinto, (1509-1583) mungkin orang Eropa pertama yang pernah pergi ke pedalaman utara Sumatra dan meninggalkan jejak tertulis. Dalam karyanya berjudul Peregrinação, penjelajah Portugis ini di antaranya mencatat kunjungan duta “raja orang Bata” ke kapten Melaka yang baru, Pedro de Faria, tahun 1539. Mendes Pinto antara lain melaporkan bahwa raja ini penganut paganisme dan ibu kotanya bernama Panaju.

Sekitar dua puluh tahun sebelumnya, Duarte Barbosa (1480-1521) sudah mencatat tentang kerajaan Aru yang ketika itu dikuasai oleh orang-orang kanibal penganut paganisme. Nama suku “Batang” muncul dalam sumber-sumber Arab lima belas tahun sesudah kisah Pinto. Penyair dan sastrawan Turki Sidi ‘Ali Celebi tahun 1554 menyebut tentang pemakan manusia yang bermukim di bagian barat Pulau Sumatra.

Tahun 1563, Joao de Barros menggunakan kembali nama suku “Batas” dan menyebutkan bahwa masyarakat kanibal “yang paling liar dan paling gemar berperang sedunia” ini menghuni bagian pulau yang berhadapan dengan Melaka." 


Sumber: https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/hartakarun/item/09/ 

3. Mengutip Vinner (1980) perbedaan mendasar dari kelompok etnik yang disatukan adalah bahasa. Keenam etnik tersebut memiliki perbedaan bahasa yang mencolok. "Tidak ada yang disebut Batak, yang ada adalah Mandailing, Toba, Pakpak, Karo, Simalungun dan Angkola. Batak adalah ahistoris," tegas peneliti Erron Damanik. 

Sanggahan Saut Sitmorang
Apakah karena gak ada Satu bahasa khusus yang dipakek sebagai alat komunikasi antar sub-suku Batak maka gak ada lah Batak itu?! Simplistik banget cara “peneliti” kita ini membahas persoalan Identitas Etnik! Apakah suku Dayak di Kalimantan dan Malaysia memiliki Satu bahasa khusus sebagai pemersatu mereka?! Apakah Orang Papua jugak demikian? Kita belum lagi menengok ke luar Indonesia, kayak Cina dan India. 


Kita lihat kembali sesuatu yang TIDAK begitu hakiki sebagai unsur Identitas Etnik dijadikan alasan untuk membantah adanya Batak sementara satu unsur yang dimiliki oleh semua sub-suku Batak yaitu Marga sebagai sistem kekerabatan sama sekali tidak disinggung!

Untuk Point ke 3 ini, penulis menyarankan agar semua orang mandailing yang meragukan ke Batak annya, baca buku Ahu Si Singamangaraja. Maka kamu akan menemukan adanya Kesepakatan para Raja-raja Mandailing saat itu mengaku bahwa MANDAILING ADALAH BANGSA BATAK




manuskrip asli

isi manuskrip (1)

isi manuskrip (2)

Sejak awal, sudah ada istilah si Radja Batak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BPN: MENUJU PELAYANAN PERTANAHAN MODERN STANDART DUNIA

YUK.... SIMAK VIDEO INI DULU YAH... https://www.youtube.com/watch?v=fE1f0jXt5xk